Healthy Foodie

Empat Sehat Lima Sempurna, Masihkah Relevan Digunakan?

by Pramawidhi Setiono | March 04, 2020

Empat Sehat Lima Sempurna, Masihkah Relevan Digunakan?
Konsep Empat Sehat Lima Sempurna menjadi salah satu konsep yang ada sejak zaman dahulu dan seakan tidak tergantikan perannya. Sejak anak pertama kali sekolah, konsep yang satu ini selalu ditanamkan untuk mengenalkan pola makan yang baik bagi tubuh manusia. Namun, di balik konsep ini, ternyata tidak banyak perubahan yang terjadi dalam hal peningkatan gizi masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari data Human Development Index (HDI) yang diterbitkan United Nation Development Programme (UNDP). Dalam laporan tahun 2019, Indonesia berada pada peringkat ke-111 dari 189 negara. HDI sendiri merupakan salah satu indikator yang dipakai untuk menilai kesejahteraan sebuah negara. Beberapa poin penilaiannya adalah kondisi ketahanan pangan sebuah negara, daya beli masyarakat terhadap harga bahan-bahan makanan, serta kualitas gizi dalam negara tersebut. Lalu, apakah konsep 4 Sehat 5 Sempurna tidak memiliki pengaruh besar untuk masyarakat? Temukan jawabannya dalam artikel berikut ini!

Konsep yang Hidup Lewat Propaganda Politik

Photo source: honestdocs.id

Konsep Empat Sehat Lima Sempurna ini pertama kali dicetuskan oleh Poorwo Soedarmo seorang Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang juga dikenal sebagai Bapak Gizi Indonesia. Beliau mencetuskan konsep ini pada tahun 1952, tak lama setelah Indonesia merdeka. Bukan tanpa sebab Poorwo Soedarmo diberikan julukan Bapak Gizi Indonesia. Dirinya adalah orang pertama yang memperkenalkan, merintis, dan mengembangkan pengetahuan tentang gizi dan ketenagaan gizi di Indonesia. Ribuan tenaga gizi dengan berbagai tingkatan Diploma sampai S3 serta Guru Besar, bermula dari gagasan dan perjuangan Soedarmo. Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, krisis pangan dan malnutrisi merajalela di berbagai penjuru daerah. Soedarmo merumuskan Empat Sehat Lima Sempurna sebagai strategi untuk membenahi hubungan krisis ini. Beliau ingin ikut andil menyelesaikan masalah ini karena dirinya memiliki prinsip “soal makanan adalah soal nasional”. Beruntung bagi Soedarmo, Presiden Soekarno juga mengikuti sepak terjangnya dan kemudian mendukung konsep Empat Sehat Lima Sempurna ini. Soekarno mewanti-wanti setiap keluarga Indonesia agar memahami pengetahuan pemenuhan gizi yang ideal dengan meragamkan menu asupan. Sebenarnya, bukan tanpa sebab Soekarno mendukung konsep ini. Sejak awal kepemimpinannya, Soekarno memang bercita-cita untuk melakukan swasembada pangan. Demi mencapai impian tersebut, Soekarno akhirnya selalu mengajak rakyat Indonesia untuk membudidayakan kebutuhan pangan dan gizi secara mandiri. Konsep Empat Sehat Lima Sempurna sendiri membagi makanan menjadi empat sumber nutrisi penting, yaitu makanan pokok, lauk pauk, sayur, dan buah-buah. Elemen kelima yang menjadikan sempurna adalah susu. Konsep ini menekankan pentingnya empat golongan makanan untuk tenaga, pembangun, dan pemeliharaan tubuh manusia.

Tergantikan Oleh Pedoman Gizi Seimbang

Photo source: pexels

Masuk ke tahun 1990-an, ahli gizi dan masyarakat Indonesia kemudian mulai sadar bahwa konsep Empat Sehat Lima Sempurna bukanlah konsep yang tepat untuk masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, 4 Sehat 5 Sempurna tidak memiliki takaran keberhasilan yang pas. Setiap bahan dalam konsep ini tidak memiliki panduan seberapa besar porsi yang dibutuhkan oleh masing-masing orang yang berbeda gender dan umur. Alih-alih mencukupi kebutuhan pangan, justru banyak masyarakat Indonesia yang kelebihan berat badan karena konsep ini. Belajar dari kejadian ini, Pemerintah Republik Indonesia akhirnya mencoba untuk merumuskan konsep lain yang lebih sesuai dengan masyarakat. Lewat perumusan yang cukup panjang sejak tahun 1995, akhirnya pada medio 2000-an Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan meluncurkan konsep Pedoman Gizi Seimbang (PGS).  Memiliki kemiripan dengan 4 Sehat 5 Sempurna, konsep PGS juga berisikan makanan dan minuman yang baik untuk dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Namun, perbedaan terbesar terletak pada takaran yang sudah diatur berdasarkan gender, usia, dan beberapa kriteria lainnya. Pada intinya, PGS berisikan 10 pesan yang harus diikuti agar tercapainya gizi seimbang pada manusia. Selain itu, susu yang menjadi penyempurna dalam konsep sebelumnya akhirnya dimasukkan ke dalam salah satu kelompok PGS karena mirip dengan sumber protein hewani. Sebagai pengganti susu, air putih lah yang akhirnya dipilih. Ini dikarenakan air putih merupakan bagian terbesar dan zat gizi esensial bagi kehidupan untuk hidup sehat dan aktif. Seakan tidak terdengar gaungnya dan masih kalah dengan konsep 4 Sehat 5 Sempurna, Kementerian Kesehatan pada tahun 2017 meluncurkan kampanye “Isi Piringku”. Kampanye ini berisikan pesan bahwa makanan yang dikonsumsi harus terdiri dari 50% buah dan sayur serta 50% karbohidrat dan protein. Selain itu, Isi Piringku juga menekankan untuk membatasi gula, garam, dan lemak dalam konsumsi sehari-hari. Pada intinya, hal terbaik bukanlah seberapa banyak makanan yang kalian makan setiap hari melainkan takaran gizi yang tepat. Sudah sesuaikah takaran gizi kalian hari ini?