Photo source: Freepik

Matcha, bubuk teh hijau asal Jepang sedang booming. Sebetulnya agak aneh mengingat sejarah panjang dan tradisi matcha sudah berlangsung ribuan tahun. Namun, kenapa matcha begitu populer belakangan ini?

Bahkan, di Indonesia pun minuman sejenis sudah hadir jauh sebelum popularitas matcha meningkat. Dahulu matcha hanya hadir sebagai “salah satu opsi” minuman. Kini semua orang ter-matcha-matcha dan makin banyak cafe yang khusus menyediakannya.

Meski pamor kopi belum surut, matcha berhasil mencuri perhatian. Yuk, kita cari tahu cerita di balik tren matcha saat ini.

Asal Usul Matcha

Bicara asal usul matcha, kita dapat menelusuri kembali ke masa Dinasti Tang (618–907) di Cina. Pada masa itu metode penyiapan dan minum teh mengalami perubahan signifikan. Teh padat atau bricks tea jadi hal umum.

Teh ini digiling menjadi bubuk agar dapat dikonsumsi, terutama dalam praktik pengobatan dan pemeliharaan kesehatan. Cara demikian dianggap sebagai cikal bakal matcha modern. Namun, budaya teh bubuk memudar dan berevolusi menjadi teh hijau berbentuk serpihan daun.

Adalah biksu Buddha Zen, Eisai yang membawa pulang benih teh dari Cina berikut metode penggilingan daun teh dan pengadukan dengan air panas. Ia kembali ke Jepang pada 1191 bersamaan dengan pemerintahan samurai periode Kamakura (1185–1333).

Eisai menanam benih teh di halaman kuil di Kyoto. Eisai juga menulis Kissa Yojoki atau Kitab Teh. Ia mendokumentasikan manfaat kesehatan dan teknik penanaman sesuai apa yang dipelajari di Cina. Ia pun menyebarkan pengetahuan ini kepada biksu-biksu Zen, memperkenalkan teh kepada shogun, dan mempromosikan secara luas.

Tak heran jika matcha menyebar di kalangan kelas samurai. Konon para prajurit meminumnya untuk memulihkan diri akibat trauma mental, meningkatkan konsentrasi, memperbaiki suasana hati, dan menyembuhkan diri sendiri. Semua kondisi ini kerap mereka alami pasca selamat dari perang.

Pertemuan minum teh dengan matcha tumbuh sebagai interaksi sosial populer saat itu. Pada akhir periode Muromachi (1338–1573), fondasi upacara minum teh formal telah dibentuk. Matcha pun menjadi bagian penting budaya Jepang.

Baru pada zaman Edo (1603–1868) masyarakat umum dapat menikmati matcha. Sementara itu, era Meiji (1868–1912) membuka lebih banyak interaksi Jepang dengan negara lain. Lalu, teh hijau ini mendapat pengakuan internasional dan kemudian mendunia.

Article imagePhoto source: Pexels/Ivan Samkov

Matcha dan Upacara Minum Teh

Upacara minum teh atau chado merujuk pada praktik budaya tradisional Jepang dalam menyiapkan dan meminum teh secara formal. Adalah Murata Juko, sang peletak fondasi upacara minum teh yang fokus pada aspek spiritual matcha.

Lalu, Sen no Rikyu menyempurnakan upacara minum teh tersebut lewat pengenalan estetika wabi-sabi. Praktik ini menekankan keindahan sederhana tetapi mendalam, terwakili dalam setiap gerakan persiapan yang penuh makna.

Filosofi chado memantik refleksi diri dan pencarian spiritualitas mendalam melalui kesederhanaan. Sedangkan filosofi ichigo ichie yang berarti momen ini hanya datang sekali, mengingatkan kita untuk menghargai setiap pertemuan minum teh serta mengikutinya sepenuh hati. Matcha pun begitu lekat dalam budaya spiritual Jepang.

Di sisi lain, ruang minum teh juga merepresentasikan lanskap musiman. Begitu pula dengan peralatan minum teh yang berasal dari bahan-bahan alami. Inilah cara orang Jepang menghormati keselarasan dengan alam.

Pendek kata, matcha bukan sekadar minuman biasa. Ada pengalaman budaya, tradisi panjang, spiritualitas Zen, dan keindahan sederhana ala Jepang. Lewat matcha, siapa saja dapat merasakan esensi budaya Jepang sesungguhnya.

Article imagePhoto source: Pexels/Cottonbro Studio

Popularitas Matcha di Luar Jepang

Lantas, kenapa matcha begitu populer di luar Jepang? Ada beberapa alasan untuk menjawab kebingungan ini.

Warna yang memikat

Warna matcha berbeda dengan teh hijau biasa. Warna hijau mencolok yang cerah dan pekat dengan buih-buih membuatnya estetik sekaligus mewah. Membidik matcha lewat lensa kamera dan memajangnya di media sosial turut mempertajam kilauan bubuk teh hijau itu. 

Article imagePhoto source: Pexels/Anh Nguyen

Manfaat kesehatan matcha

Matcha mengandung katekin, sejenis polifenol yang bersifat antioksidan. Lalu, ada theanine, asam amino yang mampu menenangkan tubuh sekaligus menjadi sumber rasa umami pada teh. Bahkan, teh hijau ini juga mengandung serat yang dapat membantu melancarkan pencernaan.

Wajar jika matcha mendapat predikat super food. Plus, kandungan kafein dalam teh hijau Jepang tersebut dipandang ideal sebagai minuman berenergi dan alternatif kopi.

Article imagePhoto source: Pexels/Dan

Mudah dipadupadankan

Selain disajikan sebagai minuman, matcha juga dapat hadir dalam hidangan lain. Misalnya, chasoba atau mi rasa teh hijau dan chahan alias nasi dengan daun teh hijau.

Pada versi modern, kita bisa menjumpai cheese cake rasa matcha, perpaduan matcha dan tiramisu, es krim, hingga matcha cake. Tak terkecuali aneka minuman kekinian, seperti matcha latte, matcha float, dan matcha espresso. 

Article imagePhoto source: Pexels/Quang Nguyen Vinh

Pengaruh influencer

Alasan berikutnya kenapa matcha begitu populer tak lepas dari peran para influencer. Banyak influencer yang menyebarkan informasi tentang matcha di media sosial. 

Mereka bukan cuma me-review cafe-cafe yang menyediakan matcha. Ada juga yang berbagi tutorial minuman matcha untuk dicoba sendiri di rumah, dari koicha hingga matcha latte. Bahkan, tak sedikit matcha lover yang kemudian membuka slow bar sendiri di rumah karena ingin berbagi kenikmatan menyesap minuman ini.

Article imagePhoto source: Pexels/Anna Pou

Matcha Sebagai Gaya Hidup

Dalam mindset kebanyakan orang, minum teh hijau cerah ini menjadi pilihan alami yang baik untuk tubuh. Proses penyajian matcha yang menenangkan pun sejalan dengan prinsip mindfulness.

Sedap dipandang, nutrisi nyata, dan lebih sedikit diproses membuat matcha hadir sebagai kombinasi ideal di pasar minuman yang kompetitif. Bagi banyak orang matcha adalah gaya hidup.

Namun, meningkatnya permintaan dunia terhadap matcha, tidak dibarengi dengan suplai setara. Matcha asli memerlukan kondisi sangat spesifik untuk tumbuh dengan baik. Harus bersumber dari daun yang tumbuh di tempat teduh, cukup dipetik tangan, dan digiling dengan penuh kehati-hatian.

Article imagePhoto source: Freepik

Proses panjang tersebut menjelaskan mengapa pasokannya terbatas. Terlebih perubahan iklim turut berpengaruh pada penanaman tencha, daun teh yang dijadikan matcha. 

Akhirnya, lonjakan permintaan berimbas pada rantai pasokan. Harga naik tetapi kualitas menurun, sedangkan stok habis sebelum musim panen tiba.

Tren matcha melampaui isu kesehatan maupun tradisi. Tanpa disadari matcha masuk dalam siklus konsumsi berlebihan yang membuat kita FOMO.

Lantas, bagaimana jika kita berusaha konsumsi dengan bijak? Lagipula, pakar kesehatan menyarankan batas ideal konsumsi matcha adalah 4 sendok teh per hari mengingat kandungan kafein di dalamnya cukup tinggi.

Dengan memahami kenapa matcha begitu populer, kita pun terdorong untuk konsumsi seperlunya. Tetap imbangi dengan minum air putih, makan sehat, dan aktif bergerak, ya. Selamat menikmati matcha!