Lifestyle

Mustikarasa: Buku “Pusaka” Kuliner Indonesia Warisan Bung Karno

by Danang Lukmana | December 30, 2021

Mustikarasa: Buku “Pusaka” Kuliner Indonesia Warisan Bung Karno

Kekayaan kuliner Indonesia memang gak pernah ada habisnya. Salah satunya tertuang dalam buku resep masakan berjudul Mustikarasa. Buku ini layaknya sebuah Pusaka, sebab satu-satunya kumpulan resep masakan yang pernah disusun langsung oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Terbit di tahun 1967, rancangan proyek pembuatan buku ini sendiri digagas langsung oleh Presiden pertama kita Bapak Ir. Soekarno.

Sayangnya dokumentasi pustaka mengenai resep kuliner Tanah Air ini sempat diabaikan begitu saja di masyarakat. Seiring berjalannya waktu saat itu, buku ini hanya jadi koleksi di perpustakaan tua dan toko buku loak. Namun untungnya ada penerbit buku lokal yang akhirnya merilis ulang buku “Pusaka” kuliner Indonesia ini.

Yuk Nibble mau ajak kalian untuk berkenalan lebih dahulu tentang buku Mustikarasa yang merangkum kekayaan resep kuliner bangsa kita ini. Simak ya!

Mustikarasa: Warisan Langsung Presiden Soekarno

mustikarasa-02.jpg

Source: Istockphoto

Presiden pertama Republik Indonesia, Ir Soekarno gak hanya meninggalkan warisan berupa monumen, patung-patung megah, dan karya seni lukisan.

Dalam proyek untuk memperkuat identitas bangsa, beliau juga mewarisi buku kumpulan resep kuliner berjudul Mustikarasa. Buku ini hadir karena Sang Proklamator menyadari bahwa makanan atau kuliner adalah bagian penting memperkuat identitas kebangsaan.

Wujud Kesatuan dalam Kebhinekaan

Dilansir dari Kompas, Sejarawan JJ Rizal mengungkapkan bahwa tugas Presiden Soekarno setelah memerdekakan Indonesia adalah mengampanyekan kesatuan dalam kebhinekaan.

Salah satu pilar kebhinekaan Indonesia ada dalam hal kuliner. Presiden Soekarno menyadari dari Sabang sampai Merauke terdapat banyak ragam masakan yang harus didokumentasikan secara nasional. mustikarasa-03.jpg

Source: Istockphoto

Masih menurut JJ Rizal, dokumentasi resep kuliner negeri ini justru pernah dibuat oleh Kolonial Belanda. Pemerintah Hindia Belanda meluncurkan buku berjudul Groot Nieuw Volledig Oost-Indisch Kookboek karya JMJ Catenius van der Meyden. Buku yang terbit tahun 1902 ini merangkum 1300 resep kuliner Hindia Belanda untuk perempuan Belanda. Penyusunannya Menjadi Proyek Nasional

Jelas bukan perkara mudah untuk mengumpulkan seluruh resep yang ‘tercecer’, dan menyatukannya dalam satu buku. Apalagi dengan segala keterbatasan dan kendala yang harus dihadapi baik biaya maupun waktu. Proses pengumpulan datanya pun baru bisa dilakukan tahun 1961 dan terlaksana jadi satu buku di tahun 1967.

Dalam proyek penyusunan buku kumpulan resep ini, pemerintah saat itu membentuk Panitia Buku Masakan Indonesia. Dibantu oleh Departemen Pertanian, panitia penyusunan ini dibentuk tahun 1961. Dengan dibentuknya panitia tersebut, proyek tersebut resmi jadi yang pertama kali bagi Republik Indonesia untuk menyusun resep kuliner yang dimiliki bangsa ini.

Proyek Pengerjaannya yang Gak Gampang

Dilansir Kumparan, dalam prosesnya, para panitia melakukan pekerjaan ini dengan menghimpun data melalui survei kepada para pamong praja, organisasi-organisasi perempuan, dan sekolah-sekolah kewanitaan. Bahkan Presiden Soekarno juga turut mengutus istrinya yang bernama Hartini untuk membantu proses dokumentasi tersebut.

Baik lewat sambungan telepon ataupun surat kabel telegram, jajak-jajak pendapat dikirimkan ke berbagai daerah. Tapi tentu saja, kondisi masa itu gabisa dibandingkan dengan kemudahan yang ada saat ini. Tidak semua data yang dikirimkan layak untuk dicantumkan dan masih kurang lengkap.

Beberapa data harus diuji terlebih dahulu lewat metode cooking test untuk memastikan keakuratannya. Pengumpulan data juga dilakukan dengan acara masak bersama para ibu-ibu di beberapa daerah. Setelah itu barulah data-data itu disusun dalam buku ini. mustikarasa-04.jpg

Source: Istockphoto

Akhirnya, total ada 1650 resep masakan Indonesia yang bisa terangkum dalam 1123 halaman buku Mustikarasa. Resepnya pun dibagi jadi beberapa golongan seperti, makanan utama, lauk basah berkuah, tidak berkuah, gorengan, bakar-bakaran, sambal, jangan (sayur), hingga minuman. Selain makanan, dibahas juga mengenai tata dapur yang baik, keterangan gizi, jajanan, dan serba-serbi ilmu tata boga lainnya.

Mustikarasa: Proyek Nasional yang Terbentur Politik

Gak kalah pelik dari proses penyusunannya, penerbitan buku ini pun jadi masalah dan gonjang-ganjing tersendiri. Sebagaimana proyek yang digagas secara nasional, pengerjaannya pun turut dipengaruhi dinamika politik yang sedang terjadi. Salah satu kendala politik paling besar adalah meletusnya Gerakan 30 September tahun 1965.

Terang saja, peristiwa tahun 1965 tersebut memaksa Presiden Soekarno untuk lengser dari jabatannya. Proyek pengerjaan Mustikarasa yang saat itu belum 100% final, terpaksa dikerjakan terburu-buru sebelum Presiden saat itu benar-benar lengser. Hingga akhirnya, Pusaka resep masakan Indonesia ini diterbitkan secara "prematur", mengejar momen saat Soekarno masih menjabat kepala negara.

Sayangnya lagi, seiring berjalannya waktu, pemerintahan selanjutnya seakan kurang menganggap serius warisan dokumentasi resep kuliner ini. Semakin tergerus waktu, dokumentasi pustaka kuliner ini hanya dianggap sebagai sebuah onggokan buku antik semata. Warisan Presiden pertama RI ini akhirnya hanya jadi barang penghias perpustakaan tua dan toko buku loak saja.

Menghidupkan Kembali Mustikarasa

mustikarasa-06.jpg Photo source: Komunitas Bambu

Beruntungnya tahun 2016 lalu, tim Komunitas Bambu yang dipimpin sejarawan JJ Rizal akhirnya menghidupkan kembali buku Pusaka ini. Mustikarasa setebal 1.123 halaman ini akhirnya dirilis kembali untuk menghidupkan kembali semangat yang diusungnya. Semangat untuk memperteguh jati diri dan identitas bangsa lewat kuliner!

Buku ini mungkin belum secara sempurna mendokumentasikan kekayaan kuliner bangsa kita. Terlebih aspek kuliner adalah aspek yang selalu dinamis dan berkembang setiap zamannya. Tapi dengan mempelajari semangat penyusunan Mustikarasa, kita bisa belajar bahwa kuliner adalah salah satu pilar memperkuat jati diri identitas sebuah bangsa.